BerandaEsaiMutiara Pancasila Pendiri Bangsa

Mutiara Pancasila Pendiri Bangsa

Silapedia – Ucapan selamat merayakan hari besar keagamaan telah menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Sesama warga saling memberikan ucapan sebagai wujud hormat-menghormati. Perbedaan agama bukanlah penghalang untuk saling berbaur antar sesama warga bangsa.

Rasa simpati antar sesama warga dapat terlihat ketika terjadi musibah seperti banjir, tsunami, longsor, kebakaran dan berbagai musibah yang lain. Warga bangsa akan tergerak memberikan uluran tangan guna meringankan beban bagi yang tertimpa musibah. Ikatan bersama sebagai satu bangsa telah tertanam kuat.

Warga akan memberikan respon terhadap berbagai tindakan yang mencela baik agama, budaya, suku dan ras maupun pribadi seseorang. Seolah antar sesama warga bangsa yang membentang dari Sabang sampai Marauke memiliki rasa memiliki satu dengan yang lainnya.
Apa yang membuat rasa kebersamaan antar warga bangsa begitu kuat?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu menelusuri titik berangkat keberadaan bangsa Indonesia. Hanya dengan memahami titik berangkat bangsa Indonesia yang akan memberikan jawaban secara tepat. Permulaan yang mendasari suatu bangsa dengan meletakkan dasar dengan memberikan pijakan statis dan memberikan ruang dinamis bagi perkembangan bangsa.

Sukarno dalam pidato 1 Juni 1945 di sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) telah menyampaikan bahwa “Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah deratnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semua merdeka, tetapi bandingkan isinya! Alangkah bedanya isi itu! Jikalau kita berkata: sebelum negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai sampai njelimet” (Perpustakaan Nasional RI/2006/1). Berdasarkan pidato Sukarno tersebut, pembeda antara negara-negara merdeka adalah isi yang mendasari berdirinya negara.

Sidang BPUPKI berlangsung dari tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dengan agenda perumusan dasar negara. Anggota sidang yang berjumlah 68 orang secara bergiliran mendapatkan kesempatan mengusulkan dasar negara. Namun, sebelum Sukarno menyampaikan pidato belum ada anggota sidang yang memenuhi permintaan dari Ketua Sidang BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat (Panitia Lima/1984/83).

Sukarno dalam pidato 1 Juni 1945 menyebut philosofische grondslag menyangkut fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi. Selain menyebut philosofische grondslag Sukarno juga menyebut weltanschauung dalam konteks mencari titik temu yang disetujui oleh semua.

Sukarno dalam kursus Pancasila menyampaikan bahwa, “Sudah jelas kalau kita mau mencari satu dasar yang statis, maka dasar yang statis itu harus terdiri daripada elemen-elemen yang ada jiwa Indonesia” (Bung Karno/1958/42). Proses pencarian Sukarno terhadap dasar yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia telah berlangsung 25 tahun lebih di mulai dari 1918 hingga puncak kulminasinya di 1 Juni 1945.

Lima prinsip yang diajukan Sukarno sebagai dasar negara terdiri atas Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau kemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahtraan Sosial dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Boeng Karno/1947/33). Sidang BPUPKI menyambut lima prinsip usulan Sukarno dengan tepuk tangan, pertanyaanya mengapa usulan Sukarno mendapatkan tepuk tangan dari peserta sidang? Karena, lima usulan Sukarno telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah.

Pancasila menjadi nama dari lima prinsip yang telah diusulkan oleh Sukarno. Tetapi, Sukarno juga memahami suatu weltanschauung tidak akan menjadi kenyataan, menjadi realiteit jika tidak dengan perjuangan. Menyusun dasar negara di tengah kondisi masa peperangan telah menggembleng bangsa Indonesia menjadi negara Indonesia yang kuat. Perjuangan bangsa Indonesia telah mengantarkan kepada jembatan untuk meraih kemerdekaan.

Tetapi, Sukarno mengingatkan perjuangan belum berakhir walaupun bangsa Indonesia telah meraih kemerdekaan. Perjuangan masih akan terus berlangsung dan proses menyelami mutiara-mutiara yang tertanam dalam sila-sila Pancasila akan senantiasa berlangsung.

Mewujudkan Pancasila Keseharian

Warga negara mesti memahami Pancasila secara mendalam bukan sekadar tahu secara formalitas belaka sebagaimana UU No. 12/2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 4 yang berbunyi, “Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara serta segaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.”

Pancasila harus senantiasa diselami mutiara-mutiara yang terkandung di dalamnya. Proses menyelami itu, memerlukan sikap sebagai seorang pemula dengan mengambil jarak terhadap pemahaman yang telah tertanam di tengah silih-bergantinya rezim. Mengapa sikap berjarak itu diperlukan? Karena, ada banyak pemahaman terkait Pancasila mengikuti selera rezim hingga mengaburkan kebenaran.

Penggalian mutiara-mutiara Pancasila harus merujuk kepada penggali Pancasila yaitu Sukarno dan para pendiri bangsa lainnya. Sehingga akan terang apa dan bagaimana Pancasila diutarakan oleh Sukarno di sidang BPUPKI, kemudian pandangan dari tokoh-tokoh yang terlibat dalam penyusunan Pancasila di BPUPKI. Hanya dengan menyelam di tempat mutiara-mutiara Pancasila berada yang akan menemukannya.

Warga negara sebagai penyelam mutiara-mutiara Pancasila perlu menyadari bahwa hidup di NKRI berarti berada di dalam dunia Pancasila. Hanya dengan kesadaran itulah Pancasila keseharian dapat tersingkap dan terpahami dalam implementasinya. Perbedaan agama, suku, budaya dan pandangan politik bukanlah jurang pemisah antar sesama warga.

Berada di dalam dunia Pancasila yang memungkinkan warga negara berada dan bersama dalam keragaman. Menyadari berada dan bersama sebagai warga negara akan menimbulkan sikap kepedulian dan melayani sebagai konsekuensi hidup di tengah keragaman. Warga negara telah menunjukkan sikap tersebut, dalam berbagai momen dan kesempatan seperti saat terjadi bencana alam dan berbagai kejadian yang mampu menggerakkan sikap kepedulian serta melayani antar sesama warga.

Sehingga mafhum-lah kita sebagai warga negara mengapa Sukarno mengusulkan Pancasila dan sadar pulalah kita mengapa Sukarno juga menyebut Pancasila menjadi Trisila hingga Ekasila. Karena, jika Pancasila diperas menjadi Trisila terdiri atas Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan Ketuhanan. Trisila jika diperas akan menjadi Ekasila yakni gotong-royong. Sukarno menyebut gotong-royong lebih dinamis dibandingkan dengan kekeluargaan.

Warga negara berada di dalam dunia Pancasila akan hidup dengan saling membantu, bahu-membahu dan peduli satu sama lain. Pancasila dalam pandangan Driyarkara, ia melihat potensi besar Pancasila untuk seluruh bangsa Indonesia, bukan sebagai ideologi sempit yang bermaksud mengarahkan dan membawa orang kepada tujuan politik belaka, terpisah dari hidup biasa sehari-hari orang, tetapi sebagai filsafat dan dasar religiositas milik bersama bangsa Indonesia yang senantiasa dapat dikembangkan bersama” (F. Danuwinata, S.J./2006/32).

Pandangan yang menarik juga disampaikan Syaiful Arif dalam tulisan berjudul “Tantangan Ideologi Pancasila” yang diterbitkan oleh Suara Pembaruan (16/09/2017) bahwa, “inti ideologi Pancasila terletak pada nilai ketuhanan, kebangsaan dan demokrasi yang bersifat socius (welas asih). Dua pandangan di atas tersebut, dapat memberikan pemahaman dalam upaya warga negara dalam menyelami mutiara-mutiara Pancasila. Tentu ada banyak pandangan-pandangan yang disampaikan menyangkut Pancasila hanya saja dalam tulisan ini, mengutip dua pandangan tersebut.

Sehingga upaya penyelaman terhadap mutiara-mutiara Pancasila oleh warga negara masih dan harus senantiasa dilakukan. Butuh perjuangan dan proses untuk mewujudkan Pancasila keseharian dalam menyingkap kedalaman makna sebagai warga negara yang berideologi Pancasila. Segaligus warga negara harus bergelut dalam kemewaktuannya guna menjaga NKRI, Pancasila dan UUD 1945 hingga kekal abadi.

Andi Hendra Dimansa
Peserta Kelas Menulis Pancasila

- Advertisement -spot_img

Coming soon>>>> Majalah Silapedia edisi II

Terbaru
Terkait