BerandaSejarahPeringatan Hari Lahir Pancasila Pertama Kali Tahun 1958

Peringatan Hari Lahir Pancasila Pertama Kali Tahun 1958

Silapedia.com – Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945 telah dihidupkan kembali oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden No. 24/2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Peringatan seperti itu tidak khas era Jokowi, tetapi juga era Presiden Sukarno hingga awal pemerintahan Orde Baru.

Peringatan Harlah Pancasila pertama kali diadakan pada tahun 1958. Meskipun peringatan ini bersifat insidental, artinya dilaksanakan sekali dan setelah itu tidak diadakan kembali. Peringatan Harlah Pancasila secara resmi baru diadakan sejak 1 Juni 1964 hingga 1 Juni 1969. Disebut resmi, karena peringatan Harlah Pancasila pada 1 Juni 1964 didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Agama Melalui Menteri Koordinator Kesejahteraan atas Persetujuan Presiden Sukarno. Sejak 1964 hingga 1969, Harlah Pancasila diperingati secara resmi kenegaraan.

Akan tetapi jika dilihat secara kronologis, maka peringatan Harlah Pancasila pertama kali diadakan pada tahun 1958. Peringatan tersebut diadakan pada tanggal 5 Juni 1958. Meskipun diadakan pada tanggal 5 Juni, namun peringatan tersebut memperingati pidato kelahiran Pancasila oleh Sukarno di sidang BPUPKI pada 1 Juni 1958. Dengan demikian, peringatan Harlah Pancasila untuk pertama kali bukan pada tahun 1964, melainkan pada tahun 1958.

Soal peringatan tersebut dikhabarkan oleh perumus Pancasila yang kontroversial, yakni Mr. Muhammad Yamin. Mengapa kontroversial? Karena selama Orde Baru, Mr. Yamin didaulat sebagai tokoh yang mengusulkan Pancasila lebih awal dibanding Sukarno, yakni pada 29 Mei 1945, beberapa hari sebelum 1 Juni 1945. Faktanya, Yamin di peringatan Harlah Pancasila pada 1958 tersebut justru menegaskan sebaliknya: Pancasila lahir pada 1 Juni 1945 melalui pidato Bung Karno.

Pada peringatan Harlah Pancasila tahun 1958 tersebut, Yamin berpidato sebelum Presiden Sukarno. Pidato Yamin lalu dibukukan dengan judul Sistema Filsafah-Pantjasila (Kementerian Penerangan RI, 1958).

Dalam kata pengantar di buku tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan, RM Harjoto Joedoatmodjo menulis: “Uraian tentang Pantja Sila sebagai sistema-filosofis, seperti kita salinkan di bawah ini, diutjapkan setjara lisan oleh Prof. H. Muhammad Yamin dalam suatu sidang di ruangan besar Istana Negara Djakarta Raja. Sidang itu jalah untuk memperingati hari lahirnja Pantja Sila pada tanggal 1 Djuni 1945. Rapat perajaan Pantja Sila itu disambung dengan suara pengeras kepada beribu-ribu Rakjat jang datang dan hadir mendengar di halaman Istana. Pidato-pidato sambutan diutjapkan oleh JM Menteri Penerangan, Kjai Masjkur dan oleh PJM Presiden. Selanjutnja semua anggota Dewan Nasional, rapat perajaan itu dihadiri djuga oleh JM para Wakil Perdana Menteri, Menteri, para pemimpin, pihak sardjana, para anggota Parlemen dan Konstituante. Dan segala pidato malam itu disiarkan dengan radio ke seluruh Indonesia dan dunia.” (Yamin, 1958: 4)

Dari pengantar Sekjen Kementerian Penerangan itu, kita bisa mengetahui fakta bahwa peringatan Harlah Pancasila pada 1958 diadakan secara kenegaraan dan besar-besaran. Peringatan itu diadakan di Istana Negara Jakarta dan dihadiri oleh Presiden Sukarno, para Menteri, Wakil Perdana Menteri, Dewan Nasional, anggota Parlemen dan Konstituante, para sarjana dan rakyat. Berikut foto organisasi-organisasi massa yang hadir dan berdiri di halaman Istana Negara waktu itu:

Ormas yang hadir di peringatan Harlah Pancasila pada tanggal 5 Juni 1958 di Istana Negara, Jakarta. Sumber: Muhammad Yamin (1958: 12)

Pidato Sukarno

Sejauh data yang ada, terdapat dua pidato dari dua tokoh penting, yakni Bung Karno dan Yamin. Bung Karno berpidato setelah Yamin. Soal ini bisa diketahui dari ucapan Sukarno dalam pidatonya: “Sambil mengulangi ucapan saya di Yogyakarta tatkala mendapat gelar Doktor Honoris Causa di Universitas Gadjah Mada, sebagai tadi disitir oleh Saudara Prof. Mr. H. Muh. Yamin, bahwa saya bukan pembentuk atau pencipta Pancasila, melainkan sekadar penggali daripada Pancasila itu.” (Sukarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Yogyakarta: Media Pressindo, 2017: 77).

Pernyataan yang mengutip pandangan Yamin juga disampaikan oleh Sukarno di kalimat selanjutnya: “Dus, national unity itu, Saudara-saudara, menurut anggapan kita hanya bisa dikekal-abadikan di atas satu dasar yang menurut Saudara Prof. Yamin, satu dasar filsafah Pancasila.” (Sukarno, 2017: 82). Penyebutan Sukarno terhadap Yamin menunjukkan bahwa Yamin berpidato sebelum Presiden Sukarno.

Di awal pidatonya, Sukarno menyampaikan terima kasih atas peringatan Harlah Pancasila yang diadakan pada tanggal 5 Juni 1958 malam hari tersebut. Ia menyatakan: “Terharu oleh karena pada ini malam di Istana Negara berkumpul beribu-ribu Saudara-saudara, handai taulan untuk memperingati lahirnya Pancasila.” (Sukarno, 2017: 76).

Dalam pidato tersebut, Bung Karno menyampaikan pemikiran penting tentang Pancasila. Ia menyampaikan gagasan bahwa Pancasila adalah dasar negara yang lebih luas dari bangsa Indonesia. Keluasan Pancasila yang melampaui bangsa Indonesia inilah yang membuat Sukarno, sama dengan pemikiran Yamin sebelumnya, menyebut Pancasila sebagai filsafat. Dalam gagasan inilah terlontar prinsip yang terkenal dari Bung Karno bahwa: national unity can only be preserved upon a basic which is larger than the nation itself. Artinya, persatuan nasional hanya dapat dipelihara kekal dan abadi, jikalau persatuan nasional itu didasarkan atas satu dasar yang lebih luas dari bangsa itu sendiri. (Sukarno, 2017: 82).

Sifat Pancasila yang lebih luas dari bangsa Indonesia ini menandakan bahwa nilai-nilai Pancasila; Ketuhanan, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan sosial, ialah nilai-nilai universal yang tidak hanya relevan untuk bangsa Indonesia tetapi juga dunia. Sifat Pancasila sebagai filsafat dan ideologi universal ini lalu ditawarkan oleh Sukarno di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 30 September 1960 melalui pidato monumentalnya: To Build the World A New (Membangun Dunia Baru).

Kesaksian Yamin

Sebelum pidato Sukarno, Yamin terlebih dahulu berpidato. Pidatonya penting karena memberikan kesaksian tentang kelahiran Pancasila pada 1 Juni 1945 yang diperingati pada malam itu. Soal kesaksian kelahiran Pancasila, Yamin menyatakan:

“Jadi ingatlah, kita merayakan hanya bulan Juni, walaupun tidak pada hari turunnya ajaran Pancasila. Dan tanggal 5 Juni ini diambil sebagai hari yang praktis saja. Dan kita tidak dapat merayakan besok, oleh karena Sukarno sendiri yang hari tahunnya jatuh pada 6 Juni tidak mau memberi corak perseorangan kepada hari lahirnya Pancasila. Jadi mengertilah kini mengapa kita mengambil tanggal 5 Juni, yaitu hari yang praktis dalam bulan Juni untuk memperingati 1 Juni, waktu pidato pertama diucapkan yang berhubungan langsung dengan ajaran Pancasila di Gedung Kementerian Luar Negeri di Pejambon waktu kini oleh Sukarno di zaman pendudukan tentara Jepang”. (Yamin, 1958: 8)

Dari pernyataan ini, bisa kita pahami bahwa Yamin mengakui kelahiran Pancasila pada 1 Juni 1945 oleh Sukarno. Berbeda dengan konstruksi Orde Baru yang menempatkannya sebagai tokoh pengusul Pancasila lebih dahulu dari Sukarno. Jika pada 29 Mei 1945 Yamin mengusulkan Pancasila, maka pasti akan disampaikan soal itu pada malam tersebut.

Mr. Muhammad Yamin menyampaikan pidato di peringatan Harlah Pancasila pada 5 Juni 1958. Sumber: Muhammad Yamin (1958: 2)

Melalui pidato pada Harlah Pancasila tersebut, Yamin menyampaikan gagasannya tentang sistem falsafah Pancasila. Gagasan ini ia sampaikan untuk menangkis pandangan bahwa Pancasila bukan sistem falsafah, melainkan sebatas kumpulan nilai-nilai kebaikan yang saling bercerai derai. Dalam merumuskan apa yang ia sebut “sistema filsafah-Pancasila” itu, Yamin menggunakan pemikiran tiga filsuf besar, yakni Friedrich Hegel (1770-1831), Ibnu Rusyd (1126-1198) dan Mpu Tantular (1350).

Inti gagasan Yamin adalah bahwa Pancasila merupakan dialektika (Hegelian) antara penjajahan, hak bangsa untuk merdeka dan kemerdekaan. Artinya, kemerdekaan berdasarkan Pancasila merupakan sintesis dari penjajahan (tesis) dan hak untuk merdeka (anti-tesis). Berdasarkan pemikiran Ibnu Rusyd, Yamin menyampaikan dua dimensi dari falsafah Pancasila. Pertama, dimensi Pancasila sebagai falsafah ketuhanan berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, dimensi Pancasila sebagai falsafah kemanusiaan berdasarkan sila-sila kemanusiaan dan kebangsaan. Yamin juga berangkat dari pemikiran Mpu Tantular tentang Bhinneka Tunggal Ika untuk menegaskan bahwa corak utama bangsa Indonesia adalah persatuan di tengah kemajemukan. (Yamin, 1958: 9-15)

Peringatan Harlah Pancasila tahun 1958 merupakan peringatan pertama, sebelum secara resmi diperingati sejak 1964 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama tersebut. Sebagai peringatan pertama, peringatan Harlah Pancasila tahun 1958 menjadi tonggak bersejarah yang penting. Urgensi peringatan tersebut adalah kehadiran Mr. Yamin yang menegaskan kelahiran Pancasila pada 1 Juni 1945. Penegasan ini penting untuk menampik manipulasi sejarah kelahiran Pancasila selama Orde Baru yang menempatkan Yamin sebagai anti-tesa Sukarno.

- Advertisement -spot_img

Coming soon>>>> Majalah Silapedia edisi II

Terbaru
Terkait